Senin, 11 Januari 2010

Hendri Mulyadi Dan Revolusi PSSI

7 January 2010

Nama Hendri Mulyadi alias Eji mungkin tak dikenal masyarakat luas sebelum laga Indonesia melawan Oman dalam event sepakbola Pra Piala Asia 2011, rabu (6/1/2010) kemarin. Namun kini nama tersebut hampir menghiasi seluruh berita akibat aksi nekatnya turun ke lapangan Stadion Gelora Bung Karno pada saat pertandingan menjelang usai. Hendri Mulyadi, pemuda yang jauh-jauh datang ke Senayan dari Cikarang Selatan, Bekasi ini kini menjadi orang terkenal, apakah dia hanya sekedar cari sensasi?

Ketika digelandang polisi keluar stadion, Hendri memberikan sedikit komentar dan permintaan maaf atas aksinya tersebut. Dia mengatakan bahwa dia kecewa dengan permainan timnas yang tak kunjung mencetak gol balasan, sekaligus meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia. Aksi penonton nekat ini bukan tanpa resiko, dia tahu resiko yang akan dihadapi, namun dia tetap nekat melakukan aksinya. Hendri tidak cari sensasi!

Mungkin, Hendri dianggap lebih peduli terhadap prestasi sepakbola Indonesia daripada pengurus bahkan Ketua Umum PSSI. Dalam situs jejaring sosial, banyak dukungan terhadap Hendri si pemain ke-12 Indonesia, bahkan ada yang mendukung dirinya untuk menjadi Ketua Umum PSSI. Bahkan Menpora, Andi Mallarangeng, menyatakan bahwa aksi ini harus menjadi embrio awal evaluasi bagi PSSI.

Revolusi PSSI



Inilah yang diinginkan oleh hampir seluruh masyarakat yang peduli terhadap sepakbola Indonesia. Hendri dianggap mewakili perasaan suporter tim nasional Indonesia. Organisasi PSSI dianggap sudah tidak mampu dan tidak peduli lagi dengan prestasi sepakbola Indonesia, sehingga ketika seorang suporter masuk ke lapangan dianggap sebagai sebuah aksi heroik bagi kemajuan sepakbola Indonesia.

Revolusi PSSI, bukan lagi reformasi, karena sudah terlalu lama sepakbola Indonesia kering akan prestasi dan tidak ada sebuah pemikiran cepat untuk mengembalikan kejayaan sepakbola nasional. Menjalankan roda organisasi sebesar PSSI memang tidak mudah, untuk itulah diperlukan orang-orang yang mampu dan cinta akan sepakbola Indonesia. Pengurus PSSI yang ada sekarang sudah dianggap tidak bisa mewakili kata mampu dan cinta sepakbola lagi.

Mampukah sepakbola Indonesia berprestasi? Semua bergantung dari PSSI, pemerintah tidak bisa lagi mengintervensi kebijakan PSSI sesuai dengan statuta FIFA. Yang menjadi pertanyaan adalah maukah para pengurus dan Ketua Umum PSSI mau mendengarkan aspirasi masyarakat, berani menyatakan diri bertanggung jawab terhadap jebloknya prestasi sepakbola Indonesia di hadapan masyarakat dan mau melakukan perubahan(revolusi) dalam tubuh PSSI sendiri.

Adakah pengurus PSSI yang berani meletakkan jabatannya karena ketrpurukan prestasi Indonesia saat ini? Atau masih tetap bertahan dengan alibi apapun sambil menunggu adanya gerakan massa? Kita tunggu saja. Suporter Indonesia bersatulah, mari kita perbaiki sepakbola Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar